Jumat, 08 Agustus 2014

Caramu Mencintaiku_Cerita Luly



            Sore ini aku tuliskan sebuah kisah nyata antara dia dan dirinya. Sebuah kisah roman picisan yang bagiku terjadi secara wajar. Lalu aku? Aku hanyalah seseorang yang sengaja diajak masuk untuk menuliskannya, bukan untuk ikut bergabung dalam ceritanya. Tulisan ini dibuat dan dimuat berdasarkan sebuah permintaan dari sang pemilik cerita ini.
***

CARAMU MENCINTAIKU
            Nama(inisial)ku LA. Entah karena apa teman-teman memanggilkuu dengan sebutan Glnk, tapi belum lama ini nama panggilanku bertambah satu lagi menjadi Ijo. Mungkin itu merupakan ledekan dari temanku, karena aku kini mempunyai hubungan spesial dengan seseorang yang akrab dipanggil Ijo. Ya, meskipun itu bukan nama aslinya. Dia AF, mungkin karena Fz itulah akhirnya namanya diplesetkan menjadi Ijo. Hubunganku terbilang spesial, meskipun hingga kini tak kutemukan apa nama yang tepat untuk mewakili hubunganku dengannya. Yang aku tahu, aku mencintainya dan dia mencintaiku. Itu saja bagiku cukup.
            Hubungan ini kuakui berlangsung cukup lama. Jangan kira kami yang tak punya nama atas hubungan ini berlangsung hanya sekilas saja. Cintaku, bukanlah cinta pada pandangan pertama. Proses cinta ikut berperan dalam hubunganku. Jika kuhitung, mungkin awal dari semuanya sudah hampir berlangsung dua tahun. Itu sama artinya dengan dimulain dari tahun 2012.
            Romadhon 2012. Kata orang, Romadhon membawa berkah.. aku percaya itu! Tapi tak kusangka jika Romadhon ini juga membawa berkah bagi cintaku. Awal dari sebuah kisah ini. Sesungguhnya, saat ini aku sedang galau. Kata yang  satu ini sangat akrab di kehidupanku akhir-akhir ini. Bagaimana tidak? Hubunganku dengan pacarku, F’d diambang kehancuran. Itu karena satu hal “LDR”, Long Distance Relaationship , hubungan jarak jauh. Aku yang tak bisa dengan keadaan seperti ini setiap hari hanya dapat berperasaan sepi. Ya, aku tahu aku tak seharusnya begitu lagi. Apalagi didepan teman-temanku. Aku mulai belajar bersikap sewajarnya. Aku mulai bersikap biasa saja untuk meutupi segalanya, termasuk ketikka acara buka bersama Alumni SMP Angkatan 4 di alun-alun kota.
            Saat itu, aku biasakan diriku dengan mengobrol bersama teman-teman satu angkatan. Aku bersikap biasa, tapij hati? Hati tak bisa berbohong kalau aku sedang risau.  Obrolan mengalir. Menghiburku... Aku duduk bersama beberapa orang teman, tapi aku merasakan satu orang yang berbeda. Satu-satunya orang yang saat itu mengenakan sarung diacara bukber. Lebih khususnya lagi satu-satunya orang yang bisa menghibur hatiku. Sarung hitam, masih ingat sekali saat itu sarung yang dikenakanmu. Obrolan kami terlihat begitu menarik, hingga akhirnya kita saling bertukar nomor ponsel. Kita, aku dan kamu.
            Sms, itu cara berkomunikasi kita. Apalagi kalau bukan itu? Dari situlah kita semakin akrab, tapii jangan sangka aku menyukaimu. Aku biasa saja, walau sebenarnyakamu (mungkin) lebih dari biasa. Aku masih mengakui statusku, bahwa aku tidak sendiri. Ya, meskipun hubunganku kacau. Ketidakjelasan ini lama-lama membuatku tak bisa bertahan lagi. Aku putus dengan F’d di bulan Syawal 2012, ba’da lebaran. Ini tentu saja bukan karenamu, karena memang aku saja yang sudah tidak bisa bertahan. Justru, aku benar-benar berterima kasih karena kamu telah dapat mengisi hatiku yang kacau.
            Jika dipikir-pikir, kau hadir disaat yang tepat. Kau hadir disaat aku sedang rapuh. Bagaikan seorang malaikat, kau mampu menolongku untuk bangkit kembali, karena aku hanyalah seorang wanita. Wanita yang akan dengan sangat senang hati menerima seseorang yang peduli ketika dirinya hancur. Aku tak bisa membohongi diriku sendiri. Aku tidak ingin dikatakan munafik. Maka, saat khataman 2013 aku mengakui pada diriku sendiri. Aku menyukaimu.... Entah saat itu kau tahu atau tidak. Intinya aku sudah mengakuinya dalam hati.
            Seharusnya kamu tahu aku menyukaimu. Malam khataman, aku menyuruhmu untuk memindahkan motorku dengan alasan aku mengantuk. Padahal, asal kamu tahu saja, aku hanya pura-pura. Mungkin, itulah caraku untuk menjaga imageku sebagai seorang perempuan. Ternyata, permintaanku tak bertepuk sebelah tangan, kamu memintaku untuk mengantarkan kuncinya padamu. Kita bertemu dibelakang SMP. Kejadian yang sangat klasik (jika dituliskan) pun berlangsung. Jangan berpikir kita macam-macam. Kita hanya menyerahkan kunci dan selanjutnya kamu memindahkan motorku.
            Paginya, aku meminta kembali. Kamu ada di depan SMP dan memberikannya padaku. Sayangnya, starter motorku mati. Dan bak seorang pahlawan, kamu langsung menyalakannya untukku. Aku yang awalnya memang sudah berperasaan menjadi sangat senang dengan hal itu. Aku semakin menyukaimu. Lihatlah ronaku ini !!! Seharusnya kamu tahu itu !!!
            Keinginanku agar kamu tahu isi hatiku terpenuhi di bulan februari. Entah karena apa kamu mnyadarinya. Antara senang dan bingung, perasaanku saat itu. Pada bulan ini juga kamu mengukti event yang dengan ini kamu bisa benar-benar menunjukkan bakatmu. Lomba lari tingkat provinsi, Jawa Tengah. Persyaratan lombapun harus dipenuhi dan kamu memintaku untuk mencarikan foto close upmu. Aku tahu ini tak mudah, tapi entah bagaimana caranya aku sangat menginginkan untuk mencarikannya. Apa mungkin ini yang dinamakan pengorbanan cinta? 

            Dengan salah seorang temanku, aku mencarinya. Mengunjungi SMP menjadi tujuan awal sekaligus tujuan utamaku. Jangan kira aku dengan mudah mendapatkannya. Pertanyaanku untuk meminta fotomu tidak langsung mendapat sambutan. Ketika aku meminta [ada Ibu ini, beliau bilang kepada Ibu itu, lalu Bapak itu, itu, dan seterusnya. Aku tahu, pastilah mereka memikirkan sesuatu karena hal ini, tapi aku tak memperdulikannya. Jika memang harus begini, aku jalani. Akhirnya aku mendapatkan fotomu. Aku cetak fotomu menjadi sepuluh lembar. Aku tak tahu apakah jumlah ini yang kau inginkan atau bagaimana, yang aku tahu aku tak ingin mengecewakanmu.
            Kuberikan 10 lembar fotomu. Ternyata, kamu hanya butuh lima. Masih tersisa lima. Kutempel fotomu yang 5 lembar itu didalam buku diary hijauku. Jika dilihat, mungkin aku sudah seperti orang gila. Apakah cinta harus begini? Aku tak peduli, yang penting kamu bisa sadar.  
            Kesadaranmu memang sudah seharusnya diwujudkan. Kamu mengajakku bertemu. Pertemuan pertama kita di Taman Kota, tanggal 13 April 2013. Saat itu, kamu memakai seragam pramuka dan bersandal jepit merk Kidrock. Kamu bertanya padaku suatu hal yang membuatku kaget. Satu kalimat pendek, hanya sebatas “apakah kamu menyukaiku?”, tapi dengan kalimat itu juga aku bingung harus menjawab apa. Iya, memang sebenarnya hanya itu jawabannya. Kenapa kamu tak tahu? Haruskah aku jawab? Pertanyaan yang sama kau ulangi, dan saat ini tak ada pilihan lain selain mengakuinya. Ku jawab hanya dengan tiga huruf “iya” (aku menyukaimu). Kamu bilang, banyak orang yang menyukaimu, tapi hanya aku yang mendapat respon baik darimu. Ok, aku bahagia saat ini.
            Kutanyakan padamu tentang kesimpulannya. Kamu hanya diam. Mungkin, kamu tak ingin menyimpulkannya. Intinya, setelah pertemuan ini aku merasa telah menempati sebuah ruang kosong di hatimu, meskipun kamu tak memberikan kepastian. Itu yang dapat kusimpulkan.
            Sejak itu, kita layaknya orang pacaran, meskipun kita tak ada hubungan. Bahkan jika dipikir, aku juga belum tahu bagaimana perasaanmu kepadaku. Kamu hanya bilang meresponku, apakah itu bisa dikatakan sama dengan kamu mencintaiku? Bagiku tak apa. Aku sudah menganggap kau merasakan hal yang sama denganku.
            Juni 2013, kamu mengikuti perlombaan yang sama dan kamu punya permintaan padaku, namun saat ini bukan cetakan foto yang kamu inginkan, melainkan sebuah do’a. kamu memintaku untuk sholat dhuha dan mendo’akanmu. Tentu saja hal itu aku lakukan, hingga tak lama setelah itu aku dengat bahwa kamu memenangkan perlombaan. Kamu langsung mengirimiku pesan singkat, “Makasih sayang”. Aku bahagia, meskipun aku tak tahu apakah kamu benar-benar sayang atau tidak? Apakah panggilan itu tulus atau tidak? Tapi, semenjak itu, kita sama-sama memanggil sayang.
            Juli 2013, kamu mengajakku untuk merayakan kesuksesanmu. Tentu saja aku mau. Hari itu bersama dua orang temanku di sebuah kedai. Pulangnya hujan turun. Kamu mengantarkanku kerumah temanku saat hujam. Rintikan hujan bagaikan bait-bait yang merdu mengiringi kebersamaan aku dan kamu. Dibawah hujan ini aku merasakan bahwa ada sesuatu antara aku, kamu dan hujan.
            Kebahagianku serasa berlanjut ketika kamu mengajakku ke Pantai. Di tempat ini, sejarah baru terukir. Kamu menanyakan bagaimana hubungan kita. Aku hanya menjawab “aku tak ingin pacaran”. Kamu diam. Aku tahu kamu memerlukan alasan. Aku mengatakan bahwa aku mengikuti organisasi yang tidak memperbolehkanku pacaran. Kamu mengerti. Sebenarnya aku takut kehilanganmu, karena hubungan kita yang tak terikat ini. Aku memintamu suatu hal “tolong jangan pacaran dengan orang lain!”. Kamu mengiyakan. Semoga saja iyamu benar. Hari itu indah, secara tak langsung sudah ada janji diantara kita. 

            Hubungan kita berjalan baik, hingga suatu saat masalah terjadi. Iya, aku mengakui bahwa tak selamanya hubungan ini berjalan mulus, tapi saat aku mengalaminya aku sangat sakit hati. Pantai Menganti menjadi saksi. Aku meminjam handphonemu. Aku melihat ada sebuah pesan singkat dari seorang perempuan. Ia memanggilmu dengan sebutan sayang dan meminta kejelasan padamu. Tentu saja aku marah. Kamu sudah berjanji hanya denganku, lalu mengapa kamu dengan yang lainnya? Aku marah. Aku bingung. Aku kecewa. Dan kamu? Kamu menetralkan segalanya. Singkatnya, saat itu aku memaafkanmu, tapi sampai saat ini aku tak diperbolehkan lagi memegang handphonemu dengan alasan takut cemburu.
            Kalau ditanya bagaimana hubunganku. Aku jawab, “baik”. Kita semakin romantis. Aku sangat menikmati itu, tapi sejujurnya aku merasa tidak dianggap. Perhatianmu hanya sebatas itu, hingga pikiran burukku muncul dan beranggapan kamu tak benar-benar menyayangiku. Aku diam saja dan mencoba berpikir positif. Aku baru sadar, bahwa sebenarnya (mungkin) memang begitulah caramu mencintaiku.
***
            Hari ini kuselesaikan kisah mereka. Aku hanyalah sebagai pengamat dari hasil penyimakanku. Sekarang aku menjadi tahu, bahwa cinta itu sama. Hanya berbeda kisah. Sulit situliskan, tapi sesungguhnya hakikat cinta itu sama.

Sunday, July !3th 2014.
07.37 AM

@Aula III

Tidak ada komentar:

Posting Komentar