Sore ini aku tuliskan sebuah kisah nyata antara dia dan dirinya. Sebuah kisah roman
picisan yang bagiku terjadi secara wajar. Lalu aku? Aku hanyalah seseorang yang
sengaja diajak masuk untuk menuliskannya, bukan untuk ikut bergabung dalam
ceritanya. Tulisan ini dibuat dan dimuat berdasarkan sebuah permintaan dari
sang pemilik cerita ini.
***
CARAMU MENCINTAIKU
Nama(inisial)ku
LA. Entah karena apa teman-teman memanggilkuu dengan sebutan Glnk, tapi belum
lama ini nama panggilanku bertambah satu lagi menjadi Ijo. Mungkin itu
merupakan ledekan dari temanku, karena aku kini mempunyai hubungan spesial
dengan seseorang yang akrab dipanggil Ijo. Ya, meskipun itu bukan nama aslinya.
Dia AF, mungkin karena Fz itulah akhirnya namanya diplesetkan menjadi Ijo. Hubunganku
terbilang spesial, meskipun hingga kini tak kutemukan apa nama yang tepat untuk
mewakili hubunganku dengannya. Yang aku tahu, aku mencintainya dan dia
mencintaiku. Itu saja bagiku cukup.
Hubungan
ini kuakui berlangsung cukup lama. Jangan kira kami yang tak punya nama atas
hubungan ini berlangsung hanya sekilas saja. Cintaku, bukanlah cinta pada
pandangan pertama. Proses cinta ikut berperan dalam hubunganku. Jika kuhitung,
mungkin awal dari semuanya sudah hampir berlangsung dua tahun. Itu sama artinya
dengan dimulain dari tahun 2012.
Romadhon
2012. Kata orang, Romadhon membawa berkah.. aku percaya itu! Tapi tak kusangka
jika Romadhon ini juga membawa berkah bagi cintaku. Awal dari sebuah kisah ini.
Sesungguhnya, saat ini aku sedang galau. Kata yang satu ini sangat akrab di kehidupanku
akhir-akhir ini. Bagaimana tidak? Hubunganku dengan pacarku, F’d diambang
kehancuran. Itu karena satu hal “LDR”, Long
Distance Relaationship , hubungan jarak jauh. Aku yang tak bisa dengan
keadaan seperti ini setiap hari hanya dapat berperasaan sepi. Ya, aku tahu aku
tak seharusnya begitu lagi. Apalagi didepan teman-temanku. Aku mulai belajar
bersikap sewajarnya. Aku mulai bersikap biasa saja untuk meutupi segalanya,
termasuk ketikka acara buka bersama Alumni SMP Angkatan 4 di alun-alun kota.
Saat
itu, aku biasakan diriku dengan mengobrol bersama teman-teman satu angkatan.
Aku bersikap biasa, tapij hati? Hati tak bisa berbohong kalau aku sedang
risau. Obrolan mengalir. Menghiburku...
Aku duduk bersama beberapa orang teman, tapi aku merasakan satu orang yang
berbeda. Satu-satunya orang yang saat itu mengenakan sarung diacara bukber.
Lebih khususnya lagi satu-satunya orang yang bisa menghibur hatiku. Sarung
hitam, masih ingat sekali saat itu sarung yang dikenakanmu. Obrolan kami
terlihat begitu menarik, hingga akhirnya kita saling bertukar nomor ponsel.
Kita, aku dan kamu.
Sms,
itu cara berkomunikasi kita. Apalagi kalau bukan itu? Dari situlah kita semakin
akrab, tapii jangan sangka aku menyukaimu. Aku biasa saja, walau sebenarnyakamu
(mungkin) lebih dari biasa. Aku masih mengakui statusku, bahwa aku tidak
sendiri. Ya, meskipun hubunganku kacau. Ketidakjelasan ini lama-lama membuatku
tak bisa bertahan lagi. Aku putus dengan F’d di bulan Syawal 2012, ba’da
lebaran. Ini tentu saja bukan karenamu, karena memang aku saja yang sudah tidak
bisa bertahan. Justru, aku benar-benar berterima kasih karena kamu telah dapat
mengisi hatiku yang kacau.
Jika
dipikir-pikir, kau hadir disaat yang tepat. Kau hadir disaat aku sedang rapuh. Bagaikan
seorang malaikat, kau mampu menolongku untuk bangkit kembali, karena aku
hanyalah seorang wanita. Wanita yang akan dengan sangat senang hati menerima
seseorang yang peduli ketika dirinya hancur. Aku tak bisa membohongi diriku
sendiri. Aku tidak ingin dikatakan munafik. Maka, saat khataman 2013 aku
mengakui pada diriku sendiri. Aku menyukaimu.... Entah saat itu kau tahu atau
tidak. Intinya aku sudah mengakuinya dalam hati.
Seharusnya
kamu tahu aku menyukaimu. Malam khataman, aku menyuruhmu untuk memindahkan
motorku dengan alasan aku mengantuk. Padahal, asal kamu tahu saja, aku hanya
pura-pura. Mungkin, itulah caraku untuk menjaga imageku sebagai seorang
perempuan. Ternyata, permintaanku tak bertepuk sebelah tangan, kamu memintaku
untuk mengantarkan kuncinya padamu. Kita bertemu dibelakang SMP. Kejadian yang
sangat klasik (jika dituliskan) pun berlangsung. Jangan berpikir kita
macam-macam. Kita hanya menyerahkan kunci dan selanjutnya kamu memindahkan
motorku.
Paginya,
aku meminta kembali. Kamu ada di depan SMP dan memberikannya padaku. Sayangnya,
starter motorku mati. Dan bak seorang pahlawan, kamu langsung menyalakannya
untukku. Aku yang awalnya memang sudah berperasaan menjadi sangat senang dengan
hal itu. Aku semakin menyukaimu. Lihatlah ronaku ini !!! Seharusnya kamu tahu
itu !!!
Keinginanku
agar kamu tahu isi hatiku terpenuhi di bulan februari. Entah karena apa kamu
mnyadarinya. Antara senang dan bingung, perasaanku saat itu. Pada bulan ini
juga kamu mengukti event yang dengan ini kamu bisa benar-benar menunjukkan
bakatmu. Lomba lari tingkat provinsi, Jawa Tengah. Persyaratan lombapun harus
dipenuhi dan kamu memintaku untuk mencarikan foto close upmu. Aku tahu ini tak
mudah, tapi entah bagaimana caranya aku sangat menginginkan untuk mencarikannya.
Apa mungkin ini yang dinamakan pengorbanan cinta?
Dengan
salah seorang temanku, aku mencarinya. Mengunjungi SMP menjadi tujuan awal
sekaligus tujuan utamaku. Jangan kira aku dengan mudah mendapatkannya.
Pertanyaanku untuk meminta fotomu tidak langsung mendapat sambutan. Ketika aku
meminta [ada Ibu ini, beliau bilang kepada Ibu itu, lalu Bapak itu, itu, dan
seterusnya. Aku tahu, pastilah mereka memikirkan sesuatu karena hal ini, tapi
aku tak memperdulikannya. Jika memang harus begini, aku jalani. Akhirnya aku
mendapatkan fotomu. Aku cetak fotomu menjadi sepuluh lembar. Aku tak tahu
apakah jumlah ini yang kau inginkan atau bagaimana, yang aku tahu aku tak ingin
mengecewakanmu.
Kuberikan
10 lembar fotomu. Ternyata, kamu hanya butuh lima. Masih tersisa lima. Kutempel
fotomu yang 5 lembar itu didalam buku diary hijauku. Jika dilihat, mungkin aku
sudah seperti orang gila. Apakah cinta harus begini? Aku tak peduli, yang
penting kamu bisa sadar.
Kesadaranmu
memang sudah seharusnya diwujudkan. Kamu mengajakku bertemu. Pertemuan pertama
kita di Taman Kota, tanggal 13 April 2013. Saat itu, kamu memakai seragam
pramuka dan bersandal jepit merk Kidrock. Kamu bertanya padaku suatu hal yang
membuatku kaget. Satu kalimat pendek, hanya sebatas “apakah kamu menyukaiku?”,
tapi dengan kalimat itu juga aku bingung harus menjawab apa. Iya, memang
sebenarnya hanya itu jawabannya. Kenapa kamu tak tahu? Haruskah aku jawab?
Pertanyaan yang sama kau ulangi, dan saat ini tak ada pilihan lain selain
mengakuinya. Ku jawab hanya dengan tiga huruf “iya” (aku menyukaimu). Kamu
bilang, banyak orang yang menyukaimu, tapi hanya aku yang mendapat respon baik
darimu. Ok, aku bahagia saat ini.
Kutanyakan
padamu tentang kesimpulannya. Kamu hanya diam. Mungkin, kamu tak ingin
menyimpulkannya. Intinya, setelah pertemuan ini aku merasa telah menempati
sebuah ruang kosong di hatimu, meskipun kamu tak memberikan kepastian. Itu yang
dapat kusimpulkan.
Sejak
itu, kita layaknya orang pacaran, meskipun kita tak ada hubungan. Bahkan jika
dipikir, aku juga belum tahu bagaimana perasaanmu kepadaku. Kamu hanya bilang
meresponku, apakah itu bisa dikatakan sama dengan kamu mencintaiku? Bagiku tak
apa. Aku sudah menganggap kau merasakan hal yang sama denganku.
Juni
2013, kamu mengikuti perlombaan yang sama dan kamu punya permintaan padaku,
namun saat ini bukan cetakan foto yang kamu inginkan, melainkan sebuah do’a.
kamu memintaku untuk sholat dhuha dan mendo’akanmu. Tentu saja hal itu aku
lakukan, hingga tak lama setelah itu aku dengat bahwa kamu memenangkan perlombaan.
Kamu langsung mengirimiku pesan singkat, “Makasih sayang”. Aku bahagia,
meskipun aku tak tahu apakah kamu benar-benar sayang atau tidak? Apakah
panggilan itu tulus atau tidak? Tapi, semenjak itu, kita sama-sama memanggil
sayang.
Juli
2013, kamu mengajakku untuk merayakan kesuksesanmu. Tentu saja aku mau. Hari
itu bersama dua orang temanku di sebuah kedai. Pulangnya hujan turun. Kamu
mengantarkanku kerumah temanku saat hujam. Rintikan hujan bagaikan bait-bait
yang merdu mengiringi kebersamaan aku dan kamu. Dibawah hujan ini aku merasakan
bahwa ada sesuatu antara aku, kamu dan hujan.
Kebahagianku
serasa berlanjut ketika kamu mengajakku ke Pantai. Di tempat ini, sejarah baru
terukir. Kamu menanyakan bagaimana hubungan kita. Aku hanya menjawab “aku tak
ingin pacaran”. Kamu diam. Aku tahu kamu memerlukan alasan. Aku mengatakan
bahwa aku mengikuti organisasi yang tidak memperbolehkanku pacaran. Kamu
mengerti. Sebenarnya aku takut kehilanganmu, karena hubungan kita yang tak
terikat ini. Aku memintamu suatu hal “tolong jangan pacaran dengan orang
lain!”. Kamu mengiyakan. Semoga saja iyamu benar. Hari itu indah, secara tak
langsung sudah ada janji diantara kita.
Hubungan
kita berjalan baik, hingga suatu saat masalah terjadi. Iya, aku mengakui bahwa
tak selamanya hubungan ini berjalan mulus, tapi saat aku mengalaminya aku
sangat sakit hati. Pantai Menganti menjadi saksi. Aku meminjam handphonemu. Aku
melihat ada sebuah pesan singkat dari seorang perempuan. Ia memanggilmu dengan
sebutan sayang dan meminta kejelasan padamu. Tentu saja aku marah. Kamu sudah
berjanji hanya denganku, lalu mengapa kamu dengan yang lainnya? Aku marah. Aku
bingung. Aku kecewa. Dan kamu? Kamu menetralkan segalanya. Singkatnya, saat itu
aku memaafkanmu, tapi sampai saat ini aku tak diperbolehkan lagi memegang
handphonemu dengan alasan takut cemburu.
Kalau
ditanya bagaimana hubunganku. Aku jawab, “baik”. Kita semakin romantis. Aku
sangat menikmati itu, tapi sejujurnya aku merasa tidak dianggap. Perhatianmu
hanya sebatas itu, hingga pikiran burukku muncul dan beranggapan kamu tak
benar-benar menyayangiku. Aku diam saja dan mencoba berpikir positif. Aku baru
sadar, bahwa sebenarnya (mungkin) memang begitulah caramu mencintaiku.
***
Hari
ini kuselesaikan kisah mereka. Aku hanyalah sebagai pengamat dari hasil
penyimakanku. Sekarang aku menjadi tahu, bahwa cinta itu sama. Hanya berbeda
kisah. Sulit situliskan, tapi sesungguhnya hakikat cinta itu sama.
Sunday, July !3th 2014.
07.37 AM
@Aula III
Tidak ada komentar:
Posting Komentar