Kamis, 25 Februari 2016

Kamis malam, untuk(mu)

Selamat malam kamu yang disana. Senang bisa bertemu kamu didalam bayangan dan halusinasiku. Meski tak jelas kulihat dirimu dan senyum khasmu yang pernah kulihat sebelumnya dalam dunia nyata. Namun, percayalah aku sudah cukup tahu bahwa hari ini, kamu baik baik saja. Maaf, menyimpulkan sendiri keadaan dirimu hari ini. Karena, aku memang hanya bisa melihat barisan tulisanmu dalam dunia maya dan aku langsung saja menyimpulkan kamu baik baik saja.
Bagaimana harimu? Pasti lebih menyenangkan daripada aku yang hanya terus menunggu. Menunggu hpku berdering ketika ada pesan masuk darimu. Menunggu kamu memberikan sapaan. Atau hanya sekedar menyukai statusku yang banyak bertebaran di dunia maya. Semuanya. Aku menunggu hal tentangmu. Setidaknya untuk hari ini.
Kamu tahu, tadi aku bertemu dengan seseorang. Dan dia berhasil mengingatkan aku tentangmu. Dan apakah kamu tau (lagi), di saat itu aku harus terus menutupi perasaanku. Perasaan?
Perasaan yang seperti apa? Apakah aku memiliki perasaan terhadapmu? Mungkinkah? Kurasa tidak. Aku tidak berani menyebut apa nama perasaan ini. Terlebih lagi jika harus mengatakan bahwa perasaanku ini disebut dengan cinta. Itu terlalu awal untukku menyebut itu dan terlalu konyol.
Percayalah.. Aku tak mudah mencintai orang baru.
Dan terakhir untukmu, tetaplah disitu, jangan pergi. Aku masih sedang bertanya kepada hatiku, kamu itu sebagai apa? :)

Rabu, 24 Februari 2016

Tentang hari ini, untuk(mu)

Untuk(mu),
Sehari lalu aku menemui diriku sekilas bersamamu. Senyumanku nyaman. Aku senang. Bahagia. Dan entah apa lagi. Yang jelas aku tidak jatuh cinta. Itu saja.
Namun, hari ini. Ketika waktu di kalender hpku sudah berganti menjadi hari ini dan tanggal ini. Kenapa semua begitu berbeda. Diawal pagi yang cerah aku berkata pada alam "this day will be OK". Grateful. I guess.
Namun apa, aku menemui diriku tak lagi bersemangat hanya untuk membalas pesan singkat darimu. Aku lebih sering mengaktifkan mode pesawat di hpku. --dan mungkin seharusnya begitu--. Kalau sajaa..
Ahh, kata "kalau saja". Iyaaa, kalau saja tidak ada hal penting yang harus aku selesaikan malam ini.
Jangan bayangkan aku menyelesaikan bersama orang spesial. Karena jika anggapanmu begitu pasti kaulah yang paling pertama aku tertawakan.
Ahh sudahlah, mengenai kamu, aku tidak begitu bersemangat melihat namamu di hpku hari ini. Terimakasih untuk hari hari kemarinnya. Akupun masih berharap hari itu datang lagi. Namun, sekarang? Semoga esok hari ketika aku bangun aku mengerti, sebenarnya kamu itu berada didalam hatiku sebelah mana?

Minggu, 21 Februari 2016

Aku kira aku sudah lebih baik

Aku kira aku sudah lebih baik, saat aku bangun dari tidur panjangku.
Aku kira aku sudah lebih baik, saat aku memasukkan susu beruang dan sari gandum ke dalam mulutku.
Aku kira aku sudah lebih baik, saat melihat hpku penuh dengan notifikasi.
Aku kira aku sudah lebih baik, saat aku sudah mau melepas jaket yang sejak kemarin menempel di tubuhku.
Namun,
Ternyata semua kalimat lebih baik itu musnah.
Saat aku masih merasakan betapa lemahnya tubuhku.
Saat aku merasakan ada sesuatu yang meronta ingin selalu keluarkan lewat mulutku.
Saat aku tak mampu untuk berdiri dalam waktu yang lama.
Saat aku merasakan dingin untuk hanya sekedar memegang air di kamar mandi.
Saat aku masih merasakan pahit ketika ada makanan melewati mulutku.
Dan aku tidak lebih baik saat semua notif di hpku tidak ada tentangmu. :')

Senin, 15 Februari 2016

Teruntuk, Tuan "donatur" kenyamanan


Wahai tuan pemberi rasa nyaman, bagaimana kabarmu? Apakah kamu masih seperti saat terakhir aku bertemu denganmu? Bergaya klasik dengan tanpa memikirkan style kekinian. Berbicara pelan tapi mengagumkan. Tatapan mata redup tapi meyakinkan. Bercanda asal namun menyenangkan. Masihkan kamu seperti itu, wahai tuan?
Bagaimana kabar diriku di hatimu? Apakah ada tempat khusus untuknya? Ataukah aku hanya sebagai tempat pelarian saat kau bosan saja?
Saat aku bertanya seperti ini, pastilah tuan mengira aku berharap pada dirimu. Atau mungkin, tuan mengira aku telah jatuh cinta padamu.
Kalau anggapanmu seperti itu, maka kau salah tuan. Aku hanya penasaran dan ingin menanyakan kabar. Itu saja. Selebihnya, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih untuk zona nyaman yang tuan berikan. Zona yang membuatku sempat berpikir bahwa aku memiliki "seseorang", dan saat itu aku hanya bisa berkata bahwa " aku salah".
Tapi, tidak mengapa tuan. Aku sudah cukup senang karena kamu hanya membiarkanku larut dalam kenyamanan, bukan larut dalam keadaan dimana aku terbang karena aku jatuh cinta.
Sekali lagi, terima kasih wahai tuan. Kalau boleh, aku ingin bertemu denganmu di penghujung hari ini. Supaya nantinya, saat aku terlelap aku bisa menggambarkan detailnya wajahmu yang sudah lama tak kujumpai.
Dariku pengagum kenyamananmu.

Minggu, 14 Februari 2016

Seseorang kemarin sore

Aku pernah bilang bahwa hujan selalu membawa kenangan. Kenangan yang seperti apa? Entahlah. Itu kejutan dari kenangan. Tiba tiba datang dan menelusup diam diam didalam hujan.
Siang ini, hujan membawaku pada sebuah kenangan tentang seseorang kemarin sore. Seseorang yang pernah tibatiba datang begitu saja tanpa diundang. Bukan datang dihadapanku. Bukan juga dipikiranku atau dihatiku. Bukan itu semua. Melainkan datang di zonaku yang lain. Entah zona seperti apa, tapi aku hanya menyebutnya zona yang lain. Aku acuh, karena mengingatnya seakan biasa saja. Tanpa kesan lebih. Membayangkan dirinya juga biasa saja. Caranya kepadaku juga biasa saja. Caraku kepadanya juga sama. Biasa saja.
Setidaknya itu penilaian "biasa saja" dari hatiku untuknya. Namun, demi apapun aku akui bahwa kali ini tidak ada yang lebih istimewa dari sebuah pesan singkat yang mengalir begitu saja. Let it flow. Aku akui lagi bahwa setiap aku menuliskan kata kata untuknya tidak ada yang spesial, biasa saja. Seperti tanpa hati. Ya, seperti itu memang. Tanpa topik menarik. Memang.
Terkadang, kesan untuk mengakhiri ada, bahkan besar. Namun, ketika tanpa semua itu perasaan hampa menyerang. Entahlah semua tentang apa. Kalau seperti ini namanya apa? Sebutannya apa?
Kisahku klasik. Bukan tentang kisah cinta atau sayang kepada seseorang. Bukan juga soal kagum. Tapi, ini soal hati yang bertanya tentang seseorang kemarin sore. :)

Jumat, 12 Februari 2016

Cerita yang dibawa hujan

Hujan selalu punya kisah dibalik tetesan airnya. Biasa memang. Namun, aku selalu bisa merasakan kehadiran hujan. Merasakan lebih dekat dengan suasana hatiku. Mungkin, hujan sebagai media aku mempedulikan hati. Mempedulikan diri sendiri.
Terkadang hujan mengingatkanku tentang sebuah kisah. Kisah indah tentang beberapa masa yang lalu. Kisah indah yang kini seakan terakhiri tanpa pernah dimulai.
Aku merindukan hujan sore itu, sore dimana aku pernah bertemu denganmu untuk yang kedua kalinya. Hujan ringan yang selalu bisa menghadirkan suasana berbeda. Tak terkecuali hari itu. Dari yang awalnya aku benci, aku enggan, aku lelah menjadi aku mau, aku suka, aku ingin.
Semua itu tak berlalu begitu saja, ada banyak detik terlewati yang begitu menyebalkan. Namun, pada akhirnya, diujung hari itu, aku menyatakan "terimakasih". "Diakhir hari ini, kamu adalah alasanku tersenyum".
Kisah ini bukan tentang mengapa hujan? Bagaimana hujan? Sebab hujan? Siapa hujan?
Namun, cerita ini kutulis ketika hujan seperti ini datang di tempat yang seperti sekarang ini dan di waktu yang hampir seperti ini.
Boleh dibilang aku sedang menceritakan kenangan. Kenangan yang dibawa hujan.

Kamis, 11 Februari 2016

Hidup hanya perlu ditertawakan

Rasa itu muncul kembali. Seseorang yang datang dari masa kini kuharapkan bisa menjadi sandaran saat aku mulai seperti ini. Rasa tentang sebuah kisah perjalanan yang seperti biasa,, datang dan pergi seenaknya sendiri. Sebuah rasa tentang kejenuhan yang belum menemui titik temunya. Sebuah rasa yang pernah kusebut sebagai "kehilangan semangat".
Moodbooster???
Aku tak tahu apakah itu, sejenis manusia yang bisa merubah suasana hatikah? Ataukah sejenis suasana tak terduga yang dengan begitu cepat merubah kegelisahan? Entahlahh--
Sering kutulis, namun aku sendiri tak begitu mengerti apa yang tepat kuharapkan saat aku menuliskannya.
Terkadang, (mungkin) hidup perlu ditertawakan. Menertawakan diri sendiri yang sering tak tahu arah. Bagaikan seekor burung kecil yang selalu terbang entah kemana.
Menertawakan kebodohan yang sengaja dilakukan atau bahkan kebodohan yang terlontar begitu saja.
Semua cukup dengan ditertawakan.
Tidak ada cara lain.
Cara yang lebih bijaksana?
Ahh sudahlah.. Aku bahkan bukan orang yang begitu menyenangi keformalan yang menjelma menjadi sebuah kata yang kutulis dengan nama " bijaksana"

Sabtu, 06 Februari 2016

Hujanpun mengejek hidupku

Aku tahu di AlQuran hanya diperintahkan untuk "Iqro" (bacalah), bahkan untuk ayat pertama diturunkan. Namun, aku tidak bisa untuk itu disaat sebuah pesan singkatku tertuju kepadanya. Aku saat ini melebur. Aku melakukan sesuatu diluar kontrol tubuhku. Aku perlu sosok yang biasa ada untuk tetap hadir. Namun, mungkin sikapku yang diluar batas normal memuakkan mereka. Aku membuat semua orang membenci diriku. Bodoh!!!
Terkadang aku begitu mudah menemukan banyak orang disekitarku saat aku sedang baik baik saja. Namun, saat aku melebur bahkan hampir hancur.......
Ini soal biasa yang bahkan sangat biasa tetapi aku tak bisa berpikir jernih untuk semua.
Cukup berat..
Cukup sakit..
Semua masalah seakan bertemu, dan jatuh cinta. Kemudian mereka menikah dan berkembang biak.
Semakin banyak semakin menyerang.
Sempat sakit dan semakin sakit.
Sampai saat aku menuliskan ini.
Bukan hanya batin, namun fisikpun begitu..
Mereka berkoordinasi cukup kompak. Sungguh..!!
Seakan ingin selalu disini tanpa kembali.
Karena ketika aku kembali, aku hanya menjadi beban bagi orang lain.
Tak hanya beban bagi mereka di sekelilingku, namun beban bagi mereka yang berjuang untukku.
Ingin tertawa dan nelangsa ketika memikirkan betapa tidak berharganya diriku di mata siapapun.
@jakarta, 6 februari 2016
Ditemani rintikan hujan yang seakan mengejek diriku..