Senin, 08 Agustus 2016

Apa kabar kamu?

Akan ada masanya dalam hidurpmu ada seseorang yang dulu begitu berarti dan sekarang mengucapkan, "Hei kamu, apa kabar?". aku tidak akan membahas siapa itu, karena disini akulah yang akan menanyakan kepadamu. kamu, apa kabar? terima kasih kenyamanannya untuk beberapa tahun yang lalu. bukan aku tak bisa melupakan ataukah aku masih mnegenangmu, namun terima kasih karenamu aku sekarang mengerti apa itu mencari dan menunggu. menunggu untuk menemukan orang yang tepat pada masanya (Semoga). tentang cinta yang pernah terungkapkan, kenyamanan yang tak pernah telantunkan, dan tentang penyesalan saat tiba-tiba merasakan kehilangan. semua baru terasa. dulu, aku kira kamu hanya berevolusi di titik terjauhmu, namun sekarang aku tau bahwa kamu takkan pernah kembali lagi pada garis edarmu. mungkin saja kamu telah memilih untuk pindah ke galaksi lain ataukah kamu telah singgah di planet lain dan memutuskan lintas revolusimu dalam duniaku. terima kasih telah memberiku pemahaman bahwa seseorang itu bisa datang hanya untuk dijadikan pelajaran. dan terima kasih pelajarannya, karena telah tiba-tiba menjauh dan disitu aku tau apa arti mundur secara perlahan. dan maafkan atas ketidakpekaanku selama bersamamu.
Hei kamu, sekarang aku telah bahagia dan tak berniat sedikitpun mengusikmu atau mengharapkanmu. dan kamu, jangan tiba-tiba datang untuk menanyakan perasaanku lagi terhadapmu, karena saat ini aku ingin menceritakan padamu bahwa dengannya aku sangat bahagia. I've found someone ;).

Kamis, 16 Juni 2016

Wanita Tiga Fase

Dalam hidupnya, ia memiliki 3 fase. Bukan padat, gas, dan cair seperti dalam fisika. Melainkan fase suasana hatinya yang berubah seiring perkembangan waktu. Dan cinta yang telah merubah segalanya. Merubah fase-fase dalam hidupnya.
Fase pertama dimulai ketika aku menemuinya pertama kali. Pribadi yang ramah, ceria, baik, dan perhatian. Mungkin, karena inilah mereka menyukainya. Aku menyebutnya mereka karena aku tahu tak hanya satu orang yang menyukainya. Salah satunya pernah bercerita padaku tentang ketertarikan pada dirinya pada pertemuan kuliah yang belum genap seminggu itu. Aku membenarkan semua perkataan orang itu tentangnya, karena memang semua seperti itu. Namun, sebegitu cepatnyakah manusia bisa jatuh cinta?  Aku merupakan orang yang sulit jatuh cinta dan tidak begitu mempercayai adanya kisah jatuh cinta pada pandangan pertama. Bagaimana mungkin, seseorang begitu cepat menyatakan cinta pada pertemuan yang kurang dari seminggu. Ah, entahlah. Cinta bukan bahasanku dan aku bukan seorang ahli cinta.
Jika kau pikir fase pertama itu aku isi dengan seseorang yang mencintanya kurang dari seminggu tersebut, itu berarti kamu telah berpikiran salah. Saat ini, aku akan membawamu pada seseorang yang benar-benar mengisi hidupnya di fase pertama ini. Kesan pertama saat aku bertemu dengan seseorang itu adalah dia manis, pendiam, pintar, dan mengagumkan. Setidaknya seperti itu saat pertama. Mungkin hal itu juga yang dirasakan olehnya, sehingga saat pria manis itu menyatakan cintanya, wanita tiga fase inipun tidak menolaknya.
Berjalan dibalik layar tak membuat aku tak mengetahuinya. Kisah cinta yang manis saat itu. Disinilah aku akan menambahkan satu karakteristik kepribadian yang ia miliki. Manja. Sehingga ia tak lagi hanya memiliki 4 kepribadian seperti saat aku bertemu dengannya. Pria cerdas, racun apakah yang telah kau bubuhkan dalam setiap bait katamu pada temanku sehingga temanku bisa menambahkan satu kepribadian dalam dirinya? Hebat sekali kau ini sehebat dirimu saat menerangkan fisika di depan kelas kepada kami. Dan sehebat kau mengganti nama bunga disamping masjid kampus kami dengan bunga Oktober.
Jika terlalu banyak memakan coklat yang manispun pasti banyak efeknya. Sakit gigi misalnya. Namun, dalam satu kisah cinta manis ini bukan sakit gigi tentunya yang berefek pada diri. Tapi sakit hati. Orkestra sakit hati ini dimulai ketika dia mengirimkan tulisan panjang dalam pesan singkatnya yang berintikan ingin mengakhiri. Kepribadian wanita tiga fase inipun bertambah, karena ada kata rapuh yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. Disitulah aku baru mengerti bahwa semanis apapun cinta dan secerdas apapun kau memainkan perannya, jika makhluk yang bernama sakit hati datang, semua pasti akan merubah segalanya.
Fase pertama menyisakan kenangan. Tentu saja kenangan yang selalu ikut campur dalam setiap kisah. Maka, berakhir sudahlah kisah bunga Oktober. Fase selanjutnya dimulai satu bulan setelah kau mengosongkan hatimu. Fase ini tak begitu lama. Bukan karena tak ada yang diceritakan, namun aku lebih memilih untuk tidak menceritakan. Bukan karena malas bercerita, namun aku lebih ingin pura-pura buta, bisu, dan tuli akan kisah ini kepadamu.
Seorang pria yang mengaku dirinya telalu menarik untuk dilihat. Seorang pria yang dari awal aku meragukan kehidupan nanti saat ia telah bersamanya. Namun, seorang pria itu juga yang telah membuatnya melayang untuk kedua kalinya. Dan parahnya lagi aku melihatnya. Kepribadiannya tak ada yang bertambah, namun mungkin berubah. Berubah menjadi sosok yang bahkan aku hampir tak dapat mencapaimu untuk sekedar berkata “jangan”. Iya, jangan diteruskan jika bahkan tak tahu apa posisi dirinya di hati dan hidup pria itu.
Bukan wanita meminta lebih, namun dalam sebuah hubungan bagiku penting adanya sebuah status setelah kenyamanan. Hal ini terjadi padanya, hubungan yang tak pernah berstatus itu kandas dan tentu saja dalam cerita seperti ini yang tersakiti adalah wanita. Jika kalian bertanya alasannya, maka pernahkah kalian mendengar bahwa wanita lebih mengutamakan perasaan dan pria lebih mengutamakan logika. Mungkin inilah yang membuat wanita lebih tersakiti dan pria akan bersikap biasa saja. Apalagi dengan tidak adanya status yang disandangnya.
Selepas fase kedua ini, tentu saja kita langsung ke fase yang ketiga. Fase setelah perginya orang itu. Dalam fase ini tak lagi ada kehidupan pria manapun dalam dirinya hingga saat ini. “Aku itu ga pernah pacaran dalam bulan-bulan awal”. Mungkin, karena kalimat itulah yang diagungkan oleh wanita ini yang membuat dirinya belum menemukan cintanya lagi.  Cinta? Cinta macam apakah jika akhirnya selalu menyakitkan.
Dalam fase ini aku hampir saja tak menemui dirinya. Dirinya yang memiliki kepribadian seperti dulu. Dia yang lebih sering terlihat rapuh daripada ceria. Dia yang terlihat  ceria namun dipaksakan. Dia yang terlihat lebih sering memaksakan apapun yang diinginkannya dengan cara yang hampir aku tak mengerti. Memang, terkadang efek sakit hati itu luar biasa. disaat seperti ini pilihanmu hanya satu, melupakan. Jika kau sudah berhasil melupakan maka kau juga akan meninggalkan, namun jika kau hanya meninggalkan bisa jadi kenangan itu akan selalu ada. Setelah kau berhasil melupakan, yang harus dilakukan hanya mengikhlaskan.
Namun sayangnya, wanita ini tidak menempuh jalur itu. Dia harus menempuh jalan yang dinamakan “memuakkan”. Muak bahkan hanya ketika mendengar namanya disebut saja. Disaat seperti ini aku baru tahu bahwa ada jalur baru dalam mengikhlaskan cerita. 

Rabu, 11 Mei 2016

Tak ada yang lebih bodoh daripada terus menerus berpikiran buruk tentang sesuatu hal yang dilakukannya di luar sana. Kecewa terhadap ketiadaan dirinya yang bahkan aku sendiri tahu dia dimana. Hanya karena semua terlihat menyedihkan, lalu begitu saja aku dengan mudah menyalahkan keadaan? Bodoh!! Namun, bisakah kau jabarkan wahai diriku mengenai kebodohanku ini? Aku tak begitu mengerti. Ayolah bekerja sama antara logika dan perasaan. Jangan terus menerus melibatkan perasaan. Kau boleh bersikap romantis didalam setiap alunan kata yang kau hasilkan dibalik jemarimu. Kau boleh puitis ketika omongan yang tak sengaja itu keluar dari bibirmu. Namun, kau harus bersikap realistis terhadap hidup ini, teman. Hidup ini terlalu keras jika kau hanya mengandalkan perasaan yang bahkan kau sendiri tidak begitu paham seberapa kerasnya atau seberapa rapuhnya. Sekali lagi, jangan pernah bertindak bodoh untuk mengkhawatirkan sesuatu hal yang seharusnya tak pernah kau lakukan. Jangan pernah bertindak bodoh untuk mengecewakan hal yang seharusnya bisa kau pahami sendiri. Percayalah, hidup itu tak melulu soal perasaan. Berpikirlah realistis.!!

Bandung, 10 Mei 2016

Minggu, 13 Maret 2016

Metamorfosis(ku tentang) "Kamu"

Ketika kamu yang dulu ku kagumi berubah menjadi kamu yang kusayangi, aku bisa apa?
Ketika kamu yang dulu ku pertanyakan menjadi kamu yang ku inginkan, aku bisa apa?
Ketika kamu yang dulu ada dalam khayalan menjadi kamu dalam kenyataan, aku bisa apa?
Aku dulu mengagumi dari jauh. mengagumi dirimu yang kutemui duduk didepanku. yang jelas bukan tepat dihadapanku. namun, didepanku menyisakan ruang kosong beberapa cm dari aku berada.
Aku dulu mengagumi dari dekat. mengagumi dirimu yang bercerita tentang fantasi asyiknya duniamu. yang jelas bukan bercerita dihadapanku. namun, bercerita dengan jasa chatting online.
Semakin banyak waktu mengagumimu, semakin banyak hal yang kupertanyakan pada diriku.
Aku menanyakan dimana posisimu di hatiku? Menanyakan dimana aku di posisi hatimu? Menanyakan siapakah kamu bagiku dan siapakah aku bagimu. Namun, pertanyaan itu berubah sekarang. Kamu berubah menjadi orang yang aku inginkan. Tentu saja bukan ku inginkan untuk masuk dalam khayalan ceritaku. Namun, kamu menjadi orang yang aku inginkan masuk kedalam kehidupanku dan masuk kedalam indahnya duniamu yang pernah kau kisahkan padaku.
Kamu dulu masuk dalam khayalanku. khayalkan tentang adanya kamu yang selalu ada didalam setiap hariku. khayalan tentang sosokmu yang kembali jatuh hati dan itu karena aku. khayalan tentangmu yang tiba-tiba saja menyatakan isi hatimu padaku. Namun, khayalan itu telah berubah menjadi kenyataan. terimakasih telah me"nyata"kan segala khayalanku.
Untuk "kamu" yang sedang membaca tulisan tak berhargaku ini,
"Jangan singgah sebentar, tapi tetaplah tinggal".

Kamis, 25 Februari 2016

Kamis malam, untuk(mu)

Selamat malam kamu yang disana. Senang bisa bertemu kamu didalam bayangan dan halusinasiku. Meski tak jelas kulihat dirimu dan senyum khasmu yang pernah kulihat sebelumnya dalam dunia nyata. Namun, percayalah aku sudah cukup tahu bahwa hari ini, kamu baik baik saja. Maaf, menyimpulkan sendiri keadaan dirimu hari ini. Karena, aku memang hanya bisa melihat barisan tulisanmu dalam dunia maya dan aku langsung saja menyimpulkan kamu baik baik saja.
Bagaimana harimu? Pasti lebih menyenangkan daripada aku yang hanya terus menunggu. Menunggu hpku berdering ketika ada pesan masuk darimu. Menunggu kamu memberikan sapaan. Atau hanya sekedar menyukai statusku yang banyak bertebaran di dunia maya. Semuanya. Aku menunggu hal tentangmu. Setidaknya untuk hari ini.
Kamu tahu, tadi aku bertemu dengan seseorang. Dan dia berhasil mengingatkan aku tentangmu. Dan apakah kamu tau (lagi), di saat itu aku harus terus menutupi perasaanku. Perasaan?
Perasaan yang seperti apa? Apakah aku memiliki perasaan terhadapmu? Mungkinkah? Kurasa tidak. Aku tidak berani menyebut apa nama perasaan ini. Terlebih lagi jika harus mengatakan bahwa perasaanku ini disebut dengan cinta. Itu terlalu awal untukku menyebut itu dan terlalu konyol.
Percayalah.. Aku tak mudah mencintai orang baru.
Dan terakhir untukmu, tetaplah disitu, jangan pergi. Aku masih sedang bertanya kepada hatiku, kamu itu sebagai apa? :)

Rabu, 24 Februari 2016

Tentang hari ini, untuk(mu)

Untuk(mu),
Sehari lalu aku menemui diriku sekilas bersamamu. Senyumanku nyaman. Aku senang. Bahagia. Dan entah apa lagi. Yang jelas aku tidak jatuh cinta. Itu saja.
Namun, hari ini. Ketika waktu di kalender hpku sudah berganti menjadi hari ini dan tanggal ini. Kenapa semua begitu berbeda. Diawal pagi yang cerah aku berkata pada alam "this day will be OK". Grateful. I guess.
Namun apa, aku menemui diriku tak lagi bersemangat hanya untuk membalas pesan singkat darimu. Aku lebih sering mengaktifkan mode pesawat di hpku. --dan mungkin seharusnya begitu--. Kalau sajaa..
Ahh, kata "kalau saja". Iyaaa, kalau saja tidak ada hal penting yang harus aku selesaikan malam ini.
Jangan bayangkan aku menyelesaikan bersama orang spesial. Karena jika anggapanmu begitu pasti kaulah yang paling pertama aku tertawakan.
Ahh sudahlah, mengenai kamu, aku tidak begitu bersemangat melihat namamu di hpku hari ini. Terimakasih untuk hari hari kemarinnya. Akupun masih berharap hari itu datang lagi. Namun, sekarang? Semoga esok hari ketika aku bangun aku mengerti, sebenarnya kamu itu berada didalam hatiku sebelah mana?

Minggu, 21 Februari 2016

Aku kira aku sudah lebih baik

Aku kira aku sudah lebih baik, saat aku bangun dari tidur panjangku.
Aku kira aku sudah lebih baik, saat aku memasukkan susu beruang dan sari gandum ke dalam mulutku.
Aku kira aku sudah lebih baik, saat melihat hpku penuh dengan notifikasi.
Aku kira aku sudah lebih baik, saat aku sudah mau melepas jaket yang sejak kemarin menempel di tubuhku.
Namun,
Ternyata semua kalimat lebih baik itu musnah.
Saat aku masih merasakan betapa lemahnya tubuhku.
Saat aku merasakan ada sesuatu yang meronta ingin selalu keluarkan lewat mulutku.
Saat aku tak mampu untuk berdiri dalam waktu yang lama.
Saat aku merasakan dingin untuk hanya sekedar memegang air di kamar mandi.
Saat aku masih merasakan pahit ketika ada makanan melewati mulutku.
Dan aku tidak lebih baik saat semua notif di hpku tidak ada tentangmu. :')

Senin, 15 Februari 2016

Teruntuk, Tuan "donatur" kenyamanan


Wahai tuan pemberi rasa nyaman, bagaimana kabarmu? Apakah kamu masih seperti saat terakhir aku bertemu denganmu? Bergaya klasik dengan tanpa memikirkan style kekinian. Berbicara pelan tapi mengagumkan. Tatapan mata redup tapi meyakinkan. Bercanda asal namun menyenangkan. Masihkan kamu seperti itu, wahai tuan?
Bagaimana kabar diriku di hatimu? Apakah ada tempat khusus untuknya? Ataukah aku hanya sebagai tempat pelarian saat kau bosan saja?
Saat aku bertanya seperti ini, pastilah tuan mengira aku berharap pada dirimu. Atau mungkin, tuan mengira aku telah jatuh cinta padamu.
Kalau anggapanmu seperti itu, maka kau salah tuan. Aku hanya penasaran dan ingin menanyakan kabar. Itu saja. Selebihnya, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih untuk zona nyaman yang tuan berikan. Zona yang membuatku sempat berpikir bahwa aku memiliki "seseorang", dan saat itu aku hanya bisa berkata bahwa " aku salah".
Tapi, tidak mengapa tuan. Aku sudah cukup senang karena kamu hanya membiarkanku larut dalam kenyamanan, bukan larut dalam keadaan dimana aku terbang karena aku jatuh cinta.
Sekali lagi, terima kasih wahai tuan. Kalau boleh, aku ingin bertemu denganmu di penghujung hari ini. Supaya nantinya, saat aku terlelap aku bisa menggambarkan detailnya wajahmu yang sudah lama tak kujumpai.
Dariku pengagum kenyamananmu.

Minggu, 14 Februari 2016

Seseorang kemarin sore

Aku pernah bilang bahwa hujan selalu membawa kenangan. Kenangan yang seperti apa? Entahlah. Itu kejutan dari kenangan. Tiba tiba datang dan menelusup diam diam didalam hujan.
Siang ini, hujan membawaku pada sebuah kenangan tentang seseorang kemarin sore. Seseorang yang pernah tibatiba datang begitu saja tanpa diundang. Bukan datang dihadapanku. Bukan juga dipikiranku atau dihatiku. Bukan itu semua. Melainkan datang di zonaku yang lain. Entah zona seperti apa, tapi aku hanya menyebutnya zona yang lain. Aku acuh, karena mengingatnya seakan biasa saja. Tanpa kesan lebih. Membayangkan dirinya juga biasa saja. Caranya kepadaku juga biasa saja. Caraku kepadanya juga sama. Biasa saja.
Setidaknya itu penilaian "biasa saja" dari hatiku untuknya. Namun, demi apapun aku akui bahwa kali ini tidak ada yang lebih istimewa dari sebuah pesan singkat yang mengalir begitu saja. Let it flow. Aku akui lagi bahwa setiap aku menuliskan kata kata untuknya tidak ada yang spesial, biasa saja. Seperti tanpa hati. Ya, seperti itu memang. Tanpa topik menarik. Memang.
Terkadang, kesan untuk mengakhiri ada, bahkan besar. Namun, ketika tanpa semua itu perasaan hampa menyerang. Entahlah semua tentang apa. Kalau seperti ini namanya apa? Sebutannya apa?
Kisahku klasik. Bukan tentang kisah cinta atau sayang kepada seseorang. Bukan juga soal kagum. Tapi, ini soal hati yang bertanya tentang seseorang kemarin sore. :)

Jumat, 12 Februari 2016

Cerita yang dibawa hujan

Hujan selalu punya kisah dibalik tetesan airnya. Biasa memang. Namun, aku selalu bisa merasakan kehadiran hujan. Merasakan lebih dekat dengan suasana hatiku. Mungkin, hujan sebagai media aku mempedulikan hati. Mempedulikan diri sendiri.
Terkadang hujan mengingatkanku tentang sebuah kisah. Kisah indah tentang beberapa masa yang lalu. Kisah indah yang kini seakan terakhiri tanpa pernah dimulai.
Aku merindukan hujan sore itu, sore dimana aku pernah bertemu denganmu untuk yang kedua kalinya. Hujan ringan yang selalu bisa menghadirkan suasana berbeda. Tak terkecuali hari itu. Dari yang awalnya aku benci, aku enggan, aku lelah menjadi aku mau, aku suka, aku ingin.
Semua itu tak berlalu begitu saja, ada banyak detik terlewati yang begitu menyebalkan. Namun, pada akhirnya, diujung hari itu, aku menyatakan "terimakasih". "Diakhir hari ini, kamu adalah alasanku tersenyum".
Kisah ini bukan tentang mengapa hujan? Bagaimana hujan? Sebab hujan? Siapa hujan?
Namun, cerita ini kutulis ketika hujan seperti ini datang di tempat yang seperti sekarang ini dan di waktu yang hampir seperti ini.
Boleh dibilang aku sedang menceritakan kenangan. Kenangan yang dibawa hujan.

Kamis, 11 Februari 2016

Hidup hanya perlu ditertawakan

Rasa itu muncul kembali. Seseorang yang datang dari masa kini kuharapkan bisa menjadi sandaran saat aku mulai seperti ini. Rasa tentang sebuah kisah perjalanan yang seperti biasa,, datang dan pergi seenaknya sendiri. Sebuah rasa tentang kejenuhan yang belum menemui titik temunya. Sebuah rasa yang pernah kusebut sebagai "kehilangan semangat".
Moodbooster???
Aku tak tahu apakah itu, sejenis manusia yang bisa merubah suasana hatikah? Ataukah sejenis suasana tak terduga yang dengan begitu cepat merubah kegelisahan? Entahlahh--
Sering kutulis, namun aku sendiri tak begitu mengerti apa yang tepat kuharapkan saat aku menuliskannya.
Terkadang, (mungkin) hidup perlu ditertawakan. Menertawakan diri sendiri yang sering tak tahu arah. Bagaikan seekor burung kecil yang selalu terbang entah kemana.
Menertawakan kebodohan yang sengaja dilakukan atau bahkan kebodohan yang terlontar begitu saja.
Semua cukup dengan ditertawakan.
Tidak ada cara lain.
Cara yang lebih bijaksana?
Ahh sudahlah.. Aku bahkan bukan orang yang begitu menyenangi keformalan yang menjelma menjadi sebuah kata yang kutulis dengan nama " bijaksana"

Sabtu, 06 Februari 2016

Hujanpun mengejek hidupku

Aku tahu di AlQuran hanya diperintahkan untuk "Iqro" (bacalah), bahkan untuk ayat pertama diturunkan. Namun, aku tidak bisa untuk itu disaat sebuah pesan singkatku tertuju kepadanya. Aku saat ini melebur. Aku melakukan sesuatu diluar kontrol tubuhku. Aku perlu sosok yang biasa ada untuk tetap hadir. Namun, mungkin sikapku yang diluar batas normal memuakkan mereka. Aku membuat semua orang membenci diriku. Bodoh!!!
Terkadang aku begitu mudah menemukan banyak orang disekitarku saat aku sedang baik baik saja. Namun, saat aku melebur bahkan hampir hancur.......
Ini soal biasa yang bahkan sangat biasa tetapi aku tak bisa berpikir jernih untuk semua.
Cukup berat..
Cukup sakit..
Semua masalah seakan bertemu, dan jatuh cinta. Kemudian mereka menikah dan berkembang biak.
Semakin banyak semakin menyerang.
Sempat sakit dan semakin sakit.
Sampai saat aku menuliskan ini.
Bukan hanya batin, namun fisikpun begitu..
Mereka berkoordinasi cukup kompak. Sungguh..!!
Seakan ingin selalu disini tanpa kembali.
Karena ketika aku kembali, aku hanya menjadi beban bagi orang lain.
Tak hanya beban bagi mereka di sekelilingku, namun beban bagi mereka yang berjuang untukku.
Ingin tertawa dan nelangsa ketika memikirkan betapa tidak berharganya diriku di mata siapapun.
@jakarta, 6 februari 2016
Ditemani rintikan hujan yang seakan mengejek diriku..

Minggu, 24 Januari 2016

Alasan untuk Menjadi yang Lain

Dia, seseorang yang tak pernah mengerti apa arti sebuah kebebasan. Dia yang tak pernah mengerti apa yang dinamakan melampaui batas. Dia yang seakan keluar dari kandang tempat ia dikurung selama berbelas tahun. Dia yang aku kenal sekarang memang tidak berbeda dengan dia yang aku kenal dulu. Namun, dari awal aku mengenalnya. Seakan ada sesuatu yang bukan dirinya, namun ia memaksakan menjadi itu. Tentang sikapnya yang tak sedikit membuat orang menarik diri untuk berbaur dengannya. Aku selalu bertanya dalam diri, mengapa dia seperti ini? Mengapa dia seperti itu? Mengapa dia begini? Begitu? Ya, tentu saja tak pernah kudapatkan jawaban, karena aku baru mengenalnya. Namun, percakapan di senja itu, membuatku mengeti “mengapa dia”? iya, dia yang seakan keluar dari zonanya. Seakan dia yang baru saja tahu bagaimana dunia dan lingkungannya. Dan bagaimana kabar dunia saat ini. Dia yang mencoba asyik dengan suatu hal, tapi ia tak pernah berhasil dan bahkan terkesan menopengi diri dengan “ini bukanlah aku”. Dia yang seakan baru memahami apa ini kata, bagaikan anak kecil yang dibelikan mainan baru. Terlalu senang, terlalu heran, dan terlalu kagum. “aku belum pernah tahu ini sebenarnya” (itu mungkin katanya). Dan dia masuk ke kehidupan itu, kehidupan yang justru membuatnya ingin mencoba. Mencoba apa yang selama ini kebanyakan orang lakukan, tapi hanya bisa ia lihat. Kini ia melakukannya. Bukan salahnya, setiap orang pasti ingin mencoba. Entah itu sebenarnya baik atau tidak untuk dirinya. Namun, aku tak bisa menyalahkan mengapa ia berubah bukan menjadi lebih baik. Karena memang tugasku bukan sebagai penilai. Aku hanya merasa bahwa ia bosan dan ia ingin keluar dari zonanya. Keluar dan merasakan seperti yang lain, karena hidupnya selama ini terlalu monoton untuk diceritakan. Karena sebenarnya dibalik topeng yang ia kenakan tersimpan sejuta kisah, mengapa ia memakainya sekarang? Jangan menjudge seseorang dengan kelakuannya, tapi cari tahulah mengapa seseorang melakukan itu..!

Nokturnal

Hidupku mungkin dipenuhi dengan keanehan yang justru membuatku banyak bersyukur. Salah satu hal yang sampai saat ini masih kupertanyakan adalah, mengapa aku seperti kaum nokturnal. Aku sulit tidur di malam hari dan siang harinya aku merasakan rasa kantuk yang luar biasa. Itu aku, yang dulu. Sekarang, bukannya bertambah normal, jutru kini aku tidak merasakan kantuk di siang dan malamku. Mengapa? Akupun tak pernah tahu jawabannya. Aku mencoba menerka, apa penyebanya? Apakah efek dari cafein? Aku bahkan kini jarang mengonsumsi cafein lagi. Terlalu puas tidur di siang hari? Tidak, aku bahkan sengaja berlelah-lelah ria di siang harinya supaya aku merasakan lelah dan akhirnya mengantuk ketika kembali ke tempat istirahatku. Namun, nihil. Beberapa hari, aku jarang terlelap. Hebatnya, aku juga tak pernah merasakan apa itu efek dari kurang tidur? Subhanalloh... Semua ini, diluar dugaanku. Namun, bagaimanapun juga aku tetap berusaha menjaga kesehatan diriku. Diluar semua kemauanku, itu semua ada diluar ketidakmampuanku melihat segalanya.